Rabu, 29 Mei 2013

Jutaan anak Indonesia merokok

21 Juta Anak Indonesia Merokok


VIVAnews – Jumlah perokok pada kalangan anak dan remaja meningkat terus setiap tahunnya. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) memperkirakan ada 21 juta anak Indonesia menjadi perokok dan meningkat setiap tahunnya.
Jumlah anak merokok mulai meningkat mulai 2001. Tahun ini diperkirakan ada kenainkan hingga 38 persen dari jumlah anak yang merokok di Indonesia. Sementara untuk Jakarta, tingkatnya diperkirakan mencapai 80 persen.
Karena itu Komnas PA meminta pemerintah mengubah draf rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang tembakau yang justru mengkriminalisasi anak. Ada pasal dalam aturan itu yang harusnya memberi kepastian hukum untuk melindungi anak dan remaja dari dampak tembakau.
Ketua Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan, dalam pada Pasal 45 dalam RPP disebutkan setiap anak di bawah usia 18 tahun dilarang membeli atau mengkonsumsi produk tembakau. “Pasal ini, tidak sejalan dengan prinsip perlindungan anak dengan memposisikan anak sebagai obyek yang akan dikriminalisasi,” kata Arist di Kantor Komnas PA, Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Arist menambahkan, kewajiban negara memberikan perlindungan kepada anak dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembangnya sehingga terlindungi menjadi perokok pemula.
Jadi, lanjutnya, bukan melarang anak membeli dan mengkonsumsi rokok, tapi harusnya melarang industri rokok untuk menawarkan produknya. “Dengan melarang iklan, promosi dan sponsor rokok,” katanya.
Sementara itu juga, dengan maraknya iklan rokok yang tersebar luas dimanapun, dia tidak yakin jika konsumsi rokok pada anak dan remaja berkurang. Sebab iklan tersebut mendorong anak perokok untuk terus merokok dan yang tadi sudah berhenti menjadi tergoda kembali.
Karena itu, harus dikritisi RPP tembakau tersebut. Apakah bertujuan untuk melindungi anak dan remaja dari bahaya zat adiktif atau malah mengorbankan anak dengan menempatkan sebagian kelompok yang dipersalah. “Nampaknya negara ini tidak berupaya untuk mencegah anak menjadi perokok,” ujarnya. (adi)
• VIVAnews – RABU, 11 MEI 2011, 06:02 WIB Eko Priliawito, Siti Ruqoyah

Rima Melati: Saya Kena Kanker Karena Merokok


Di hadapan majelis hakim Mahkamah Konstitusi, Rima Melati menjadi saksi hidup bahaya rokok
VIVAnews — Aktris senior, Rima Melati menjadi saksi pihak pemerintah dalam sidang uji materi pasal tembakau di Mahkamah Konstitusi.
Di hadapan majelis hakim, Rima menjadi saksi hidup bahaya lintingan tembakau itu. “Penyakit kangker yang saya derita itu disebabkan karena dahulu saya adalah seorang perokok,” kata dia, Rabu 5 Januari 2011.
Berbekal pengalaman buruknya itu, kini Rima gencar melakukan penyuluhan bahaya rokok, bahwa pengaturan zat adiktif sangat penting. “Jadi, saya bukannya mau menutup itu pabrik rokok,” tambahnya.
Sidang yang mengagendakan penyampaian keterangan juga menghadirkan Anggota DPR, RI Hakim Sarimuda Pohan. Kata dia, kebiasaan merokok bukan hak asasi manusia melainkan kebutuhan individual.
“Jika kebiasaan merokok diartikan sebagai bagian dari hak asasi manusia, jelas perlu diluruskan,” kata Sarimuda Pohan.
Anggota DPR dari Fraksi Demokrat ini menyatakan besarnya penerimaan cukai rokok kepada negara tidak diimbangi dengan biaya kesehatan yang harus ditanggung akibat rokok.
Uji materi pasal tembakau diajukan para petani tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau.
Uji materiil Pasal 113 ayat (2) UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan ini diajukan lantaran pasal itu menyatakan tembakau merupakan zat yang bersifat adiktif. Ketentuan ini dinilai menghambat dan mengurangi produk jenis tanaman tembakau yang mengakibatkan kerugian materil petani tembakau dan cengkeh Indonesia — karena rokok kretek pasti menggunakan tembakau dan cengkeh Indonesia.
Pemohon yang diwakili oleh Ketua APTI Jawa Tengah, Nurtantio Wisnu Brata, mengungkapkan pemberlakuan UU Kesehatan dapat mematikan petani tembakau dan industri rokok kecil di Indonesia.
Selain itu, pemohon juga mempermasalahkan mengapa dalam UU itu hanya tembakau yang disebut secara eksplisit sebagai tanaman yang mengandung zat adiktif dan harus menampilkan peringatan kesehatan di bungkusnya.
“Ini diskriminasi, padahal banyak tanaman lain yang juga mengandung zat adiktif, seperti teh, kopi, atau anggur,” kata kuasa hukum pemohon,Wakil Kamal.
Pihak penyampai keterangan tambahan dari PT Djarum yang diwakili oleh Subronto mengatakan keberadaan pasal itu mengancam keberlangsungan usahanya.
“Fakta tahun 2010 kami memiliki 73 ribu karyawan. Dengan pasal 113 UU kesehatan seolah-olah perusahaan yang ilegal sehingga cemas dan terancam,” katanya.
Sementara, dari PT HM Sampoerna, Yos Adiguna Ginting, menjelaskan bahwa pihaknya tidak sepenuhnya menolak pasal 113.
Menurutnya, dalam UU kesehatan perlu pencantuman jelas tembakau zat aditif mengenai rokok. “Kami mengkomunikasikan informasi jelas pada masyarakat melalui website. Perlu UU khusus tentang tembakau dan mempertimbangkan institusi pemerintah, serikat petani tembakau,” katanya.
• VIVAnews

43 Juta Lebih Anak Indonesia Serumah dengan Perokok

Ilustrasi (Foto: bioethics.net)
Jakarta, Pada anak-anak, dampak buruk asap rokok dapat memicu berbagai penyakit kronis. Celakanya lebih dari 43 juta anak Indonesia hidup serumah dengan perokok.
Data terebut terungkap dalam The Global Youth Tobacco Survey yang dilakukan di Indonesia pada tahun 2006. Ini berarti 64,2 persen anak indonesia terpapar asap rokok selama di rumah.
Data lain yang terungkap adalah 57 persen rumah tangga di Indonesia, memiliki sedikitnnya 1 orang perokok. Dari jumah terebut, hampir semuanya (91,8 persen) merokok di rumah.
Kondisi tersebut menjadikan anak-anak sebagai perokok pasif atau second hand smoker. Dampaknya tentu saja tidak lebih baik dibandingkan pada perokok aktif itu sendiri.
Anak-anak yang terpapar asap rokok dapat mengalami pertumbuhan paru-paru yang lebih lambat. Akibatnya menjadi rentan terkena bronkhitis, infeksi saluran napas dan telinga serta asma.
Padahal kesehatan yang buruk di usia dini akan menyebabkan kesehatan yang buruk pula saat tumbuh dewasa. Hal ini diungkap oleh Menteri Kesehatan RI Endang Sedyaningsih dalam jumpa pers menyambut Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Kemenkes, Jumat (27/5/2010).
“Tembakau membunuh separuh dari masa hidup perokok, dan separuh perokok mati pada usia 35-69 tahun,” ujar Menkes.
Data endemi dunia menunjukkan, tembakau membunuh lebih dari 5 juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini berlanjut, diperkirakan akan terjadi 10 juta kematian pada 2020. Sekitar 70 persennya terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.
Survei tersebut juga mengungkap bahwa 37,3 persen pelajar merupakan perokok aktif. Parahnya, 3 dari 10 pelajar telah merokok sejak berusia di bawah 10 tahun.
Sementara seseorang yang menikah dengan perokok mempunyai risiko kanker paru-paru sebesar 20-30 persen dan orang tersebut bisa terkena penyakit jantung.
(up/ir)
AN Uyung Pramudiarja – detikHealth

Tuhan Sembilan Senti

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,
Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-
perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,
Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya
apakah ada buku tuntunan cara merokok,
Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk
orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,
Negeri kita ini sungguh nirwana
kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat
bagi orang yang tak merokok,
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,
Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,
Bercakap-cakap kita jarak setengah meter
tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun
menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut
dan hidungnya mirip asbak rokok,
Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul
saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,
tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya
mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus,
kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya
ketimbang HIV-AIDS,
Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,
Bisa ketularan kena,
Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,
Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil,
pertandingan bulutangkis,
turnamen sepakbola
mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,
Di kamar kecil 12 meter kubik,
sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat
dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh,
dengan cueknya,
pakai dasi,
orang-orang goblok merokok,
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
sangat ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup
bagi orang yang tak merokok,
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,
Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh,
duduk sejumlah ulama terhormat merujuk
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,
Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka
memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda
yang terbanyak kelompok ashabul yamiin
dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?
Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz.
Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.
Kalau tak tahan,
Di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum.
Min fadhlik, ya ustadz.
Rokok hukumnya haram!
Rokok hukumnya haram!
25 penyakit ada dalam khamr.
Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).
Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
Patutnya rokok diapakan?
Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.
Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang,
karena pada zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol,
sudah ada babi,
tapi belum ada rokok.
Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
Lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan,
jangan,
Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir.
Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap,
dan ada yang mulai terbatuk-batuk,
Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok.
Korban penyakit rokok
lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir,
gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba,
Pada saat sajak ini dibacakan,
berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,
Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana
dalam nikmat lewat upacara menyalakan api
dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,
Rabbana,
beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini
(Taufiq Ismail)

Jumlah Perokok di Indonesia Meningkat Pesat


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat dari tahun 1995 hingga kini. Yaitu dari sebanyak 34,7 juta perokok menjadi 65 juta perokok. Ini berdasarkan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional dan Riset Kesehatan Dasar.
“Berdasarkan jenis kelamin pada tahun 1995 diperkirakan ada 33,8 juta perokok laki-laki dan 1,1 juta perokok perempuan. Namun, pada tahun 2007 angka ini meningkat drastis menjadi 60,4 juta perokok laki-laki dan 4,8 juta perokok perempuan,” kata Peneliti Lembaga Demografi FEUI, Abdillah Hasan, Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan, prevalensi merokok pada usia remaja juga sangat mengkhawatirkan, jika pada tahun 1995 hanya tujuh persen remaja merokok, lalu 12 tahun kemudian meningkat menjadi 19 persen. Menurut dia, peningkatan yang drastis ini membuktikan betapa efektifnya strategi industri rokok dan betapa lemahnya pemerintah dalam melindungi remaja dari rokok.
Dikatakan Abdillah, fenomena tersebut disebabkan oleh tingginya pertumbuhan penduduk, tingginya pertumbuhan ekonomi, belum efektif kawasan bebas rokok dan lemahnya peraturan tentang pengendalian konsumsi rokok di Indonesia.
“Ada empat instrumen untuk menurunkan konsumsi rokok, yaitu peningkatan harga rokok melalui peningkatan cukai, pelarangan iklan rokok secara meluruh, peringatan kesehatan bergambar di bungkus rokok dan kawasan tanpa rokok,” kata dia.
Sementara itu, Wakil Kepala Lembaga Demografi FEUI, Dwini Handayani mengatakan rokok termasuk barang yang konsumsinya perlu dikendalikan dan diawasi peredarannya karena efek rokok sangat buruk bagi perokok dan lingkungan.
Dikatakannya, untuk mengendalikan konsumsi rokok memang memerlukan biaya yang sangat besar. Ia menjelaskan, efek buruk dari rokok akan dirasakan jangka panjang yaitu, sekitar 25 tahun ke depan.
Redaktur: Stevy Maradona
Sumber: Antara

Hotel Bebas Rokok Pertama di Jakarta


JAKARTA, KOMPAS.com — Hotel Atlet Century Park, Jakarta, mencanangkan diri sebagai hotel bebas rokok. Menurut General Manager Bilal Chamsine, hal ini menjadikan hotel tersebut menjadi hotel pertama di Jakarta yang bebas rokok.
“Kami menjadi hotel pertama di Jakarta yang menjadi hotel nonsmoking. Saya tahu perokok tidak suka ini, tapi kami menyukai ini,” katanya di Kridangga Ballroom, Century Park Hotel, Jumat (12/8/2011).
Selain pencanangkan tersebut, Bilal juga menjelaskan adanya perubahan nama dan logo hotel. Hotel Atlet Century Park berubah nama dengan menghilangkan kata “Atlet” dan menjadi Century Park Hotel. Pergantian sudah dilakukan sejak bulan Juni 2011.
“Selama ini image hotel hanya untuk atlet, padahal tidak. Jadi, kami lakukan perubahan nama dan logo,” kata Bilal. Walaupun demikian, di area bangunan hotel tetap menggunakan nama lama.
Century Park Hotel, Jakarta, juga merayakan keberhasilan tingkat okupansi mencapai 100 persen yang terjadi pada bulan Juli kemarin. Okupansi 100 persen, kata Bilal, telah terjadi untuk kelima kalinya.

Berhenti Merokok Bisa Lewat Bekam


TRIBUNKALTENG.COM, BATAM – Kebiasaan buruk merokok bisa memicu terbentuknya oksidan (radikal bebas). Sebab di dalam kandungan rokok itu terdapat produktifitas H2O2 meningkat secara drastis. Jika hal itu terjadi maka antioksidan akan menurun. Zat racun di dalam rokok, seperti H2O2 akan merusak spektrin (kulitnya sel darah merah) bahkan deformabilitas (elastisitas) eritrosit menurun tajam.
Jika eritrosit tidak elastis maka ia tidak mampu melewati mikrovaskuler (kapiler). Akibatnya terjadi gangguan oksigenasi sel. Hal ini seperti yang dipaparkan oleh alumni S2 bidang llmu Kedokteran Dasar (Patobiologi) Program Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Jawa Timur tahun 2010, Wahyudi Widada SPk MKed. Dia memaparkan kajian ilmiahnya itu dalam Talkshow Ramadan di Mega Mall, Batam Selasa (16/8/2011) kemarin.
“Terapi mengeluarkan darah dari permukaan kulit atau bekam merupakan cara pengobatan yang sangat hebat. Prinsip kerjanya mengeluarkan darah dari area tertentu melalui media punggung atau bagian lainnya. Ketika darah dihisap keluar melalui alat maka kandungan sel-sel darah yang rusak akan diganti (regenerasi sel darah merah) oleh ginjal dan sumsum tulang,” jelas Wahyudi Widada SPk MKed.
Dalam tesis yang pernah dibuat tahun 2009 lalu, jelas dia, bekam bisa menstimulasi produksi eritrosit baru dan mengganti eritrosit lama yang dikikis karena terpapar oksidan. Menurutnya, jenis penelitian yang pernah dilakukan itu bersifat quasy experimental. Pada penelitiannya, pembagian kelompok subjek penelitian dibagi menjadi dua. Pertama Kelompok K-0 sebagai kontrol, caranya dilakukan dua kali pengambilan darah pada vena mediana cubiti sebanyak 4 mililiter (4 cc), yaitu pada hari pertama dan hari ke-15.
Selanjutnya kelompok K-1 dilakukan sebagi kelompok perlakuan 15 menit sebelum bekam dan 15 hari setelah bekam diambil darah melalui vena mediana cubiti sebanyak 4 mililiter. Kesimpulan dari penelitian (tesis) dia selama ini mengungkapkan nilai deformabilitas eritrosit sebelum perlakuan adalah terendah 85,39 persen dan tertinggi 99,05 persen serta rerata 93,27 persen. Dan nilai deformabilitas eritrosit sesudah perlakuan adalah terendah 91,05 persen, tertinggi 99,56 persen serta rerata 96,72 persen.
“Selain niat yang kuat, dengan terapi bekam bisa mengurangi rasa kecanduan pada seseorang yang sudah lama ingin berhenti merokok,” urai Wahyudi Widada menegaskan.
Editor : edi_nugroho
Sumber : Tribunnews

Selamat Hari Tanpa Tembakau (Rokok) Sedunia

Kisah Nyata : 1 Bulan Tanpa Rokok

Saat ini sudah 1 bulan atau tepatnya 4 minggu hidup tanpa rokok. Bagi saya ini hal yang luar biasa dan perlu dirayakan hahahah…yup 1 bulan secara finansial artinya saya menghemat 390.000 rupiah (saat ini harga rokok marlboro light 13.000 sebungkus ditempat saya). Lumayan….
Luar biasa artinya bagi saya, orang yang dulu selalu bilang ga tahan kalo ga ngerokok saat rapat, orang yang selalu merokok disetiap kesempatan, dulu bagi saya rokok seperti jati diri saya kalau ga ngerokok ya bukan saya namanya. Hari ini saya membuktikan kepada diri saya sendiri bahwa apa yg dulu saya pikirkan adalah salah besar!
Saya bisa tidak merokok untuk 2 jam, 3 jam, 1 hari, 1 minggu, dan sekarang 1 bulan pun saya sanggup tidak merokok sama sekali. Jati diri saya adalah saya sendiri, saya tetap saya meskipun tanpa rokok. Saya bisa melewati berbagai moment tanpa merokok, saat senang…saat susah semuanya tanpa rokok dan tidak ada yang berubah. Kesenangan terasa menyenangkan meski tanpa rokok, kesedihan tetap terasa pedih dengan atau tanpa rokok.
Efek kekurangan zat juga nampaknya sudah mulai mereda, beberapa hari ini saya tidak mengalami gejala depresi lagi. Berat badan bertambah 1 kilo, ah tapi nanti saja dipikirinnya rasanya nurunin berat badan ga sesusah berhenti merokok. Keinginan merokok masih ada tapi dorongannya mulai melemah, pikiran-pikiran untuk merokok kadang muncul kira-kira 1 kali dalam 2-3 hari. Subtitusi juga sudah ga diperluin lagi, saat sesudah makan saya sudah terbiasa dengan minum segelas air putih atau mengkonsumsi buah segar untuk menghilangkan aroma makanan yang tersisa dimulut.
Hari ini saya posting lagi di twitter, “1 bulan tanpa rokok, retweet if you support me!!” dan hasilnya sudah pasti banyak yang nge-retweet…senang liatnya karena merasa banyak orang yang mendukung keputusan saya.
terima kasih !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar